Minggu, 29 Agustus 2010

Tradisi Ramadan Yang Ditunggu-Tunggu Warga Kabupaten Gresik Kolak Ayam Penyembuh Sakit

Ada tiga tradisi selama bulan suci ramadan yang ditunggu masyarakat Gresik. Tradisi itu adalah (1) kolak ayam,(2) malam selawe di Makam Sunan Giri, serta (3) pasar dan lelang bandeng. Semua momen itu terjadi pada malam likuran atau sepuluh hari terakhir Ramadhan.

TUMPUKAN piring setinggi 20 sentimeter dengan panjang hampir 100 meter. Isi piring itu adalah kolak. Tapi, kolak yang dihidangkan masyarakat Desa Gumeno, Kecamatan Manyar beda. Karena isinya, bukan labuh (walu) atau ketela, melainkan daging ayam. Karena itulah dinamakan Kolak Ayam.
Kolak Ayam adalah tradisi yang sudah terun temurun di desa tersebut. Tidak diketahui secara pasti kapan hidangan kolak ayam untuk buka puasa mulai digelar di desa tersebut. Yang pasti, buka bersama (bukber) kolak ayam mulai disajikan setiap malam 23 Ramadan. Untuk tahun ini, akan digelar pada 1 September memasuki tahun ke-559.
Menurut Nadzir, 55, tokoh masyarakat desa setempat, mengatakan kolak yang dibuat warganya itu menggunakan bahan baku ayam dicampur dengan rempah-rempah. Hidangan itu setiap kali disajikan pada malam 23 Ramadan dan sudah menjadi tradisi warga sekitar kampung. Masyarakat meyakini kolak ayam yang disajikan dalam menu khas berbuka puasa bisa menyembuhkan segala penyakit.
Karena daging ayam dimasak cukup banyak, proses pembuatannya membutuhkan waktu mininal dua hari, dimuali malam 21 Ramadan. Mereka memasak mulai badal salat Asar dipusatkan di halaman masjid jamik Desa Gumeno. Sedikitnya melibatkan 30 orang, yang dipilih secara khusus.
Tidak semua orang boleh ikut masak. Uniknya, semua yang terlibat dalam proses pembuatan kolak ayam adalah laki-laki. Mulai dari yang menyediakan bahan hingga juru masaknya harus dilakukan laki-laki.
Proses pembuatan kolak ayam pun dibagi per kelompok, ada yang bertugas memasak bubur, ada pula yang bertugas menyiapkan bumbu masakan. Tahun lalu, kolak ayam itu menghabiskan 106 ekor ayam jantan, satu kuintal bawang daun, empat kuintal gula merah, serta 212 butir kelapa.
Usai salat Asar, pemotongan ayam dimulai. Jeroan, kepala, dan kakinya dipisahkan. Lalu proses memasak ayam tersebut dilakukan dalam beberapa kuali besar. Daging ayam dimasak sampai lunak. Setelah daging ayam matang, dikumpulkan di tempat tertentu, sedangkan kaldunya disimpan di tempat terpisah.
Kelompok lain bertugas membuat adonan gula merah. Ada juga bagian mengumpulkan hasil parutan kelapa yang sebelumnya telah dibagikan ke warga desa. Parutan kelapa itu diperas tiga kali untuk diambil santannya.
Setelah dirasa cukup matang dan timbul buih, maka ditambahkan kaldu ayam setengah ember, dan ditambah kani (santan kelapa perasan pertama), ditambah dengan 1,5 ember gula merah dan jinten secukupnya. Bahan itu kemudian diaduk selama 10-15 menit. "Biasanya untuk memasak satu kuali membutuhkan waktu sekitar 50-55 menit," jelas Nadzir.
Menurut sejarah, tradisi pembuatan kolak ayam di malam ke 23 Ramadan bermula saat Sunan Dalem Putra kedua Sunan Giri mebangun Masjid Jamik untuk dijadikan tempat menyebarkan agama Islam. Suatu ketika Sunan Dalem mengalami sakit yang tidak diketahui jenis penyakitnya. Tidak satu pun jenis obat yang mampu menyembuhkan Sunan Dalem dari sakitnya.
Hingga suatu hari di malam 23 Ramadan, Sunan Dalem memutuskan untuk Salat Istikharah dan akhirnya Sunan Dalem untuk meminta petunjuk dari Allah. Seketika itu Sunan Dalem meminta kepada para santrinya untuk menyiapkan ayam jago kampung untuk dipotong dan dimasak ke masjid menjadi kolak ayam.
Ajaibnya setelah menyantap hidangan kolak ayam, Sunan Dalem berangsur sembuh dari penyakitnya. Sejak itulah sebagai ungkapan syukur atas sembuhnya Sunan Dalem, penduduk Desa Gumeno membuat kolak ayam setiap malam 23 Ramadan dan dijadikan menu santap berbuka puasa. (yad/ris/ruk)
Jawa Pos_Metropolis [ Minggu, 29 Agustus 2010 ]
http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=showpage&kat=1&subkat=22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar