Senin, 02 Agustus 2010

Kisah-Kisah di Situs Bersejarah yang Nyaris Terlupakan Terkait Penyebaran Islam di Jawa

Di Gresik banyak situs bersejarah terutama yang berkaitan dengan penyebaran Islam di Pulau Jawa. Meski banyak pengunjung yang mendatanginya, tidak banyak yang memahami sejarah di balik situs-situs tersebut.

Kompleks Kuburan Panjang Siti Fatimah binti Maimun sekitar pukul 14.00 pada Jumat (30/7) terlihat sepi. Siang itu, juri kunci makam putri Raja Malaka bergelar Putri Dewi Retnoswari itu, Haji Hasyim, tampak tertidur dengan beralas karpet warna biru tua. "Sebelum Jumatan (salat Jumat,Red) tadi, ada seribuan siswa yang ke sini,"ujar Hasyim, juru kunci generasi ketujuh di makam yang berlokasi di bukit Leran, Desa Leran, Kecamatan Manyar itu.
Makam Siti Fatimah nyaris tidak pernah sepi. Apalagi, pada bulan rajab sampai menjelang Puasa Ramadan. Siti Fatimah adalah salah satu penyebar agama Islam di Kota Giri sebelum kedatangan Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ainul Yaqin alias Sunan Giri. Dua nama terakhir itu adalah dua dari sembilan wali, yang dikenal sebagai Wali Sanga.
Siti Fatimah anak dari pasangan Maimun, yang berasal dari Iran dengan Dewi Aminah dari Aceh, yang dilahirkan pada tahun 1064. Tokoh perempuan itu meninggal lalu dimakamkan di Bukit Leran pada 1082 Mahesi pada usia 18 tahun. Masih sangat muda.
Di masa hidupnya yang tidak terlalu lama, Fatimah telah berjuang menyebarkan Islam di tanah Jawa yang sebelumnya, sebagian besar masyarakatnya beragama Hindu dan Buddha. "Berdakwahya dengan cara sambil berdagang,"terang Hasyim.
Perjuangan Siti Fatimah menyebarkan agama Islam tidak begitu lama. Karena wabah menyerang masyarakat di sekitar Leran. Fatimah meninggal bersama 12 orang pengikutnya karena wabah penyakit itu. "Wabah itu sangat ganas. Pagi terserang, sore korban sudah meninggal," duga Hasyim.
Kompleks Makam Siti Fatimah binti Maimun di Desa Leran, Kecamatan Manyar itu menjasi salah satu situs bersejarah yang masih cukup terawat. Ada 13 makam di dalam kompleks pemakaman seluas 2.800 meter persegi tersebut.
Yang unik dari 13 makam tersebut, adalah panjangnya yang melebihi ukuran normal tubuh manusia. Makam Sayid Kharim, Sayid Dja'far, dan Sayid Syarif misalnya, panjangnya mencapai sembilan meter dengan lebar dua meter.
Sedangkan, makam Raden Ahmad dan Raden Said, masing-masing mempunyai panjang enam meter dengan lebar 1,5 meter. "Sebenarnya, postur tubuh paman maupun penjaga mbah Siti Fatimah seperti kebanyakan orang Indonesia. Tapi, makamnya dibuat panjang mungkin karena sebuah simbol, perjuangan untuk menyebarkan agama Islam masih sangat panjang," jelas Hisyam.
Di Desa Leran, kata Hisyam, sebenarnya mereka hanya untuk berhenti sementara sebelum melanjutkan perjalanan. Karena itulah dinamakan Leran dari kata leren (Berhenti,Red).
Bangunan dalam kompleks pemakaman Siti Fatimah binti Maimun adalah salah satu bangunan tertua di Gresik. Bangunan di dalam kompleks dibangun sekitar 1082 Masehi.
Bangunan yang termasuk salah satu situs bersejarah itu, kali pertama direnovasi Balai Besar Trowulan, Mojokerto pada 1979-1982. Di kompleks makam Siti Fatimah ini sekarang memang tidak ditemukan prasasti. Karena semua prasasti telah disimpan di Museum Trowulan, Mojokerto dan Museum Sunan Giri.
Selain, situs makam Siti Fatimah, ada bangunan lain yang menunjukkan bahwa Kabupaten Gresik, salah satu kota yang mempunyai peradaban panjang. Diantaranya, kompleks makam Nyai Ageng Pinatih di Kelurahan Kebungson, Kecamatan Gresik. Bangunan makamnya terletak sekitar 500 meter dari Pendapa kantor Bupati Gresik.
Nyai Ageng Pinatih adalah seorang saudagar kaya yang diangkat menjadi kepala Syahbandar Pelabuhan Gresik pada masa Kerajaan Majapahit. Nyai Ageng Pinatih juga sebagai ibu angkat dari Maulana Ainul Yaqin, atau Raden Paku, atau Joko Samodro atau Prabu Satmoto atau Sunan Giri.
Nyai Ageng Pinatih wafat pada tahun 1483 masehi. Makamnya masih sangat terawat bagus karena telah beberapa kali mengalami renovasi.
Berdirinya dua bangunan tua tidak bisa dipungkuri bahwa Kabupaten Gresik adalah salah satu kota yang mempunyai peradaban cukup panjang. Memang tidak semua situs sejarah terawat dengan baik, seperti di dua tempat itu.
Masih banyak juga tidak terawat. Di antaranya, temuan tim Departemen Kebudayaan dan Pariwisata di Gosari. Di tempat itu ditemukan prasasti di sebuah gua bernama Butulan di kawasan pegunungan kapur utara. (yad/ris/ruk)

http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=148105
Jawa Pos _ Metropolis [ Minggu, 01 Agustus 2010 ]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar