Minggu, 15 Agustus 2010

Konversi Minyak Tanah ke Elpiji di Tengah Insiden Ledakan Tabung_Perbedaan Harga Jadi Masalah

Insiden ledakan tabung gas elpiji yang terjadi di beberapa daerah memunculkan kekhawatiran. Meski kejadian serupa belum terjadi di Gresik, namun warga setempat tetap waswas dan waspada. Kini mereka menjadi lebih teliti dalam memakai gas tersebut.

PROGRAM konversi minyak tanah ke elpiji di wilayah Gresik sudah dimulai sejak Oktober 2007 silam. Hingga saat ini, tercatat sudah ada 299.625 KK (kepala keluarga) di 17 kecamatan yang sudah kebagian program tersebut.
Sejauh ini, program konversi di Gresik tergolong tidak ada masalah. Sejak digulirkan, nyaris tak pernah mencuat kabar seputar insiden yang berkaitan dengan kerusakan tabung elpiji.
Meski demikian, dari hasil evaluasi yang dilakukan, masih ada beberapa permasalahan seputar realisasi program konversi di wilayah Gresik. Yang mencuat akhir-akhir ini adalah persoalan kualitas tabung yang terdistribusi. Ternyata, diketahui jika kualitas tabung elpiji yang masuk Gresik, belum semuanya layak.
Salah satu temuan terjadi ketika Pemkab menggelar inspeksi mendadak (sidak) awal Agustus lalu di beberapa SPBBE (stasiun pengisian bahan bakar elpiji). Petugas menemukan puluhan ribu tabung elpiji program konversi ternyata tidak layak pakai. Jumlahnya lumayan besar, mencapai angka 31.000.
Jenis ketidaklayakannya beragam. Mulai dari kualitas tabung yang tidak memenuhi SNI (standar nasional Indonesia), tabung yang berkarat (korosi), hingga kerusakan yang terjadi pada asesoris tabung.
Sebenarnya, Pemkab sudah meminta agar seluruh tabung itu ditarik dari peredaran. Hanya saja, keinginan itu masih sulit terwujud. Ini tidak lepas dari kondisi stok tabung elpiji secara nasional.
Sejak 2007 hingga 2010, pemerintah sudah mendistribusikan 44,4 juta tabung. Dari jumlahtersebut 18,9 juta tabung di antaranya merupakan produksi sebelum 2009. Nah, yang jadi persoalan, pemerintah baru memberlakukan SNI bagi seluruh tabung konversi pada 2009.
Alhasil, masih ada sekitar 18,9 juta tabung yang belum ber-SNI yang beredar di pasaran. "Sejauh ini, yang bisa dilakukan adalah pemilahan. Dan itu sudah dilakukan oleh SPBBE yang ada di sini. Mereka sudah antisipasi. Sehingga, diupayakan tabung yang ada di Gresik tetap baik," kata Kepala Diskoperindag-UKM Sutaji Rudi.

Yang jadi masalah, sampai saat ini sosialisasi terhadap warga masih cukup minim. Terutama soal bagaimana cara penggunaan elpiji yang aman. "Kami sering mendapat keluhan, terutama dari para aparat desa. Mereka sering disambati warganya yang khawatir dengan kondisi elpiji saat ini," kata salah satu anggota DPRD Gresik, Siti Muafiyah.
Yang paling rawan adalah di wilayah-wilayah terpencil. Dia mencontohkan seperti di wilayah utara Gresik. Di sana, masih banyak warga yang tidak paham menggunakan elpiji. "Akibatnya, mereka enggan untuk memakai elpiji. Apalagi, mereka sudah terbiasa menggunakan mitan atau kayu bakar," katanya.
Kondisi yang sama juga sebenarnya banyak terjadi di sebagian wilayah perkotaan. Sampai-sampai banyak warga di beberapa wilayah minta agar aparat desanya untuk menarik tabung elpiji dan mengupayakan pengadaan mitan.
Fenomena kekhawatiran warga menggunakan elpiji juga banyak dialami warga di wilayah lain. "Sampai saat ini saya masih sering mendapat tabung elpiji yang karatnya sudah parah. Kadang khawatir juga," kata Mualifah, salah satu warga di kelurahan Randuagung. Kec. Kebomas
Kabag SDA Sentot Supriyohadi menjelaskan, memang sosialisasi seputar program konversi di wilayah Gresik belum merata. "Namun, sudah kita atasi. Kami sudah minta pihak Pertamina untuk mulai melakukan sosialisasi," katanya.
Selain persoalan kualitas tabung, ada beberapa keluhan lain seputar realisasi konversi mitan ke elpiji. Salah satunya adalah harga eceran elpiji di pasaran yang tak menentu.
Pemprov sebenarnya sudah menerbitkan Pergub nomor 20/2010 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) elpiji. Di mana, pemerintah menetapkan HET sebesar Rp 12.750. HET itu berlaku di radius 60 kilometer dari depot elpiji atau SPBBE.
Namun, fakta di lapangan berkata lain. Ternyata, harga eceran elpiji di wilayah Gresik sebagian besar berada di atas harga rata-rata. "Tergantung tempat pembeliannya mas. Tapi, semua di atas Rp 13 ribu," kata Heny, warga Perumahan GKB Gresik ini..
Dia mengaku pernah membeli elpiji di beberapa tempat. Dan harganya pun berbeda-beda. "Ada yang menjual Rp 13.500. Tapi, pernah juga saya beli sampai Rp 14.500 per tabung," katanya. (ris/yad/ruk)
Jawa Pos_Metropolis [ Minggu, 15 Agustus 2010 ]
http://www.jawapos.co.id/metropolis/index.php?act=detail&nid=150482

Tidak ada komentar:

Posting Komentar